Mulai dari strategi kompetitif hingga antisipasi risiko dalam menghadapi krisis tak terduga, menyusun business plan adalah tahapan penting bagi pebisnis yang tidak bisa dilewati.
Banyak pihak yang menganggap proses penyusunan business plan tidak terlalu diperlukan, karena tahap eksekusi dipandang jauh lebih penting. Namun, sesungguhnya penyusunan business plan adalah tahap krusial yang tak boleh dilewati. Bahkan, dengan perencanaan dan road map yang matang, dapat mempersiapkan para pebisnis pada saat krisis datang menghantam di saat yang paling tidak terduga.
Topik inilah yang dibahas dalam webinar “Business Plan: Is It Still Relevant Today?” yang digelar oleh Diplomat Success Challenge (DSC), salah satu kompetisi wirausaha terbesar di Indonesia yang digelar sejak tahun 2009, pada Rabu (5/8) lalu. Webinar yang dilaksanakan atas kerjasama dengan Mark Plus Institute ini dilakukan secara daring melalui medium konferensi video, menghadirkan pembicara utama David Soong (pendiri Sweet Escape), Steve Saerang (VP of Communication DANA Indonesia), dan juga alumni DSC yakni Al Harris Wibowo (Chief Executive Bear Wang Apparel).
Business plan membantu identifikasi peluang
David Soong, pendiri penyedia jasa fotografi perjalanan Sweet Escape, menyebutkan bahwa ’passion’ bisa menjadi awal, atau bahkan yang utama dalam memulai bisnis. Namun demikian, passion saja tidak cukup, dan di sinilah perlunya business plan, yang bisa menjahit passion dengan ‘problem’ yang ada, dan ‘idea’ yang menjadi solusi, untuk dituangkan dalam sebuah kerangka strategis yang lebih matang.
“Passion saya fotografi. Lalu saya menyadari, kalau jalan-jalan jauh, jarang sekali punya foto kenangan yang bagus. Biasanya hanya selfie atau minta tolong siapa saja yang ditemui. Itu masalah yang saya rasakan. Saya cari tahu, seberapa besar masalah tersebut dirasakan orang lain? Ternyata banyak! Artinya ini ada potensi bisnis,” ungkap David.
David lalu berkisah tentang awal mula membangun Sweet Escape, dan bagaimana ia menerjemahkan passion dan idenya ke dalam sebuah rencana bisnis penyedia jasa fotografi perjalanan.
“The million-dollar question is ‘why should I buy from you?’. Ini yang harus bisa dijawab oleh setiap pebisnis,” kata David, seraya menyebutkan bahwa keunikan Sweet Escape terletak pada kurasinya.
“Saya pribadi yang mengurasi fotografernya, dan tidak hanya kualitas fotonya, tapi juga kepribadiannya. Selain itu, saya menyederhanakan semuanya: cara pembayaran sampai proses editing foto. Dengan begitu kami bisa membangun traction hingga trust. Industrinya boleh sama (fotografi), tapi rencana bisnis atau model bisnis bisa berbeda,” kata David.
Berawal dari beroperasi di lima kota saja, kini Sweet Escape sudah menyebar ke 500 kota di seluruh dunia. Dari jaringan fotografer yang ia kenal secara pribadi saja, kini ia sudah terkoneksi dengan jaringan fotografer di berbagai penjuru dunia.
Business plan bisa dimulai dari skala kecil untuk terus berkembang
Tahapan yang tak kalah penting saat menyusun business plan adalah mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk mewujudkan ide tersebut menjadi usaha yang menguntungkan. Misalnya David memiliki passion dan keterampilan dalam fotografi, namun ia menyadari bahwa ia tidak menguasai keterampilan-keterampilan lain yang akan ia butuhkan untuk membangun bisnisnya.
“Saya tidak jago coding, tidak bisa programming. Jadi saya mempekerjakan orang lain untuk membuat situs, aplikasi dan membangun sistem. Saya juga mulai dengan tiga orang. Saya mulai dengan tim kecil untuk menguji ide bisnisnya. Adakah yang pesan? Memulai dari skala kecil akan memudahkan kita untuk mengutak-atik atau mengembangkan ide bisnisnya. Kenapa orang beli atau tidak beli?,” kata David.
Setelah mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia, kata David melanjutkan, hal berikutnya yang perlu dipastikan adalah modal usaha dan calon konsumen. “Banyak usaha dimulai dengan modal yang kecil. Sebaiknya mulai dengan modal di bawah Rp 100 juta. Jangan terlalu besar karena risiko terbesar ada di tahap awal,” katanya.
Saat mengidentifikasi konsumen, David menyadari bahwa tak semua calon konsumennya membutuhkan jasa foto saat sedang berlibur. “Banyak juga yang membutuhkan untuk tujuan lain, seperti foto pre-wedding atau foto keluarga di acara-acara khusus seperti Natal atau Idul Fitri,” katanya.
Evaluasi business plan dan persiapan ubah haluan
Setelah bisnis diluncurkan dan berjalan, perintis bisnis tersebut harus melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkala. Menurut David, kegagalan tidak seharusnya jadi momok atau penghalang langkah maju.
“Semua usaha yang saya rintis pasti pernah gagal di awal. Dan memang kita harus evaluasi untuk identifikasi masalah. Apakah karena harganya, atau karena tidak praktis transaksinya, atau karena cara komunikasinya? Lihat apa kegagalan kita, dan rapikan. Kita lihat tanggapan pasar, misalnya dalam tiga bulan sampai enam bulan. Bagaimana respon pasar, jangan malu untuk mendekati konsumen,” katanya.
Inspirasi perbaikan secara berkelanjutan, menurut David, didapatkan dari tanggapan konsumen di awal perjalanan usaha. Perubahan strategi bahkan yang dapat mengubah ide awal demi perbaikan adalah kemungkinan yang tidak boleh dihapus. “Kadang kita terlalu cinta dengan ide sendiri, padahal ide awal belum tentu sempurna. Kita harus selalu siap untuk pivot,” katanya.
Kemungkinan untuk mengubah haluan ini juga harus dijalankan jika ada faktor eksternal yang terjadi di luar dugaan. Misalnya seperti krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 sepanjang 2020 ini.
David mengakui bisnisnya merupakan salah satu bisnis yang terhempas karena pandemi. Berbeda dengan 2019 di mana tingkat reservasi jasa Sweet Escape meroket, namun semua bisa dibilang terhempas di 2020, setelah banyak negara menutup perbatasan dan banyak penerbangan dihentikan.
Untuk mempertahankan bisnis, David dan timnya harus memutar otak untuk menggarap ulang ide awal. “Relaunch the business all over again. Core competencies apa, adjacent businesses yang bisa dikerjakan apa. Saat ini tim sedang fokus untuk menjalankan ide baru untuk Sweet Escape ke depan,” katanya.
Tips mengembangkan business plan
Sementara itu, Steve Saerang, VP of Communication DANA Indonesia, menyebutkan bahwa business plan itu layaknya seni. “Kadang-kadang kita sudah terbayang ide bisnisnya apa, atau peluang bisnisnya sudah terlihat. Tapi itu baru ide, masih di kepala. Bagaimana kita mengeksekusinya, itulah seninya. Business plan adalah seni, kita imajinasikan dulu, lalu kita pilih cara mengeksekusinya seperti apa,” kata Steve.
Disampaikan Steve, business plan penting sebagai pola, bahan bakar, dan arah menjalankan bisnis. “Namun business plan saja tidak cukup untuk membuat bisnis berjalan baik. Harus diiringi juga dengan ‘competitive strategy’. Competitive strategy adalah bagaimana kita lebih baik dari rival kita,” kata Steve.
Steve membagikan tips untuk menemukan model bisnis yang tepat, membaginya dalam dua cara atau tahapan, yakni: ‘The Normal Way’ (cara normal), dan ‘The Unorthodox Way’ (cara yang tidak lazim).
- The Normal Way
- Creation and production: Segala aktivitas yang terkait dengan produksi, termasuk merancang, membeli bahan mentah, pembuatan, dsb.
- Marketing and sells: Semua aktivitas yang terkait dengan penjualan: menemukan dan meraih konsumen, penawaran harga khusus, distribusi produk atau memberikan jasa.
- The Unorthodox Way
Cara yang tidak lazim dalam menentukan model bisnis yang tepat ini biasa dikenal juga sebagai inovasi produk. Bisa jadi, produk atau jasa yang akan ditawarkan merupakan sesuatu yang sama sekali baru. Untuk melakukan cara yang tidak lazim ini, ada beberapa elemen dari ‘Business Model Canvas’, atau sebuah cara yang terorganisir untuk memaparkan asumsi mengenai sumber daya dan aktivitas kunci. Elemen-elemen tersebut termasuk:
- Value proposition (apa yang membedakan produk dari produk lain)
- Customer segments (target pasar)
- Customer relationship (bagaimana berhubungan dan berkomunikasi dengan konsumen)
- Channels (bagaimana cara promosi)
- Cost structure (biaya yang dibutuhkan, pricing)
- Revenue stream (dengan harga yang ditetapkan, apakah cash flow cukup untuk jalankan bisnis)
Steve juga menambahkan beberapa indikator untuk mengukur relevansi model bisnis yang telah disusun. Kapan model bisnis tersebut menjadi tidak relevan lagi?
- Saat inovasi yang dilakukan hanya menunjukkan kemajuan tidak berarti atau semakin mengecil
- Saat karyawan atau tim sudah tidak mampu menemukan hal baru lagi untuk menambah inovasi
- Saat konsumen sudah berpindah ke alternatif yang lain
Untuk mengubah model bisnis, Steve menyebutkan beberapa hal penting yang harus dilakukan, terutama di saat krisis, yakni:
- Mengubah atau menambah komposisi produk dan jasa
- Menunda keputusan-keputusan penting
- Mengubah orang yang membuat keputusan
- Mengubah insentif di value chain
Lebih jauh lagi, Steve mengingatkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun ulang model bisnis, khususnys di tengah pandemi.
“Salah satunya memerhatikan kebijakan pemerintah, baik level nasional maupun provinsi. Kuncinya, baca berita. Misalnya, mengikuti kebijakan terkait stimulus UMKM atau PSBB. Misalnya, September pariwisata sudah dibuka, dengan berbagai pembatasan. Kita pikirkan solusi apa, misalnya solusi reservasi,” katanya.
Setelah mengamati kebijakan pemerintah, pengusaha harus bisa membuat pilihan-pilihan sesuai dengan aset usaha. “Lihat aset yang kita miliki, dan aset itu bisa menghasilkan apa?”
Selain itu, pengusaha juga harus memperhitungkan tata kelola. “Di masa pandemi ini, banyak bisnis memecat pegawai atau memotong gaji. Sebenarnya bisa saja dipikirkan cara baru. Misalnya, bergeser dari fixed salary ke target salary amount. Awalnya gaji karyawan itu bulanan, lalu berdapatasi ke penghasilan sesuai penjualan, karena semua harus jualan. Itu contoh adaptasi rencana dan model bisnis.” kata Steve.
Mengasah business plan melalui kompetisi
Salah satu alumni DSC, Al Harris Wibowo, juga turut menekankan pentingnya business plan. “Tanpa business plan, banyak risiko yang tidak bisa kita antisipasi. Setiap bisnis pasti ada risikonya. Dengan rencana, kita bisa antisipasi dan mempersiapkan diri,” katanya.
Al Harris juga menyatakan, banyak hal yang ia pelajari selama mengikuti kompetisi DSC, dan mendorong untuk semakin banyak orang atau pebisnis mengikuti kompetisi DSC. Pembukaan dan pendaftaran program DSC pada tahun 2020 ini, rencananya akan dilakukan pada 19 Agustus 2020 mendatang.
Masih dari serangkaian webinar hasil kerjasama DSC XI dan MarkPlus Institute, selanjutnya akan diadakan kembali dengan beragam tema wirausaha dan narasumber berpengalaman. Berikut jadwal selengkapnya:
- 26 Agustus 2020 - Is There Any Platform In Indonesia That Truly Care About Entrepreneurship Ecosystem?
- 9 September 2020 - Beating the Odds and Finding the Right Momentum for Your Business to Grow
- 1 Oktober 2020 - Why Some Business Succeed and The Others Failed?
Nantikan update webinar dan pembicaranya di lini masa media sosial DSC XI 2020, Instagram @diplomatsukses, Facebook Wismilak Diplomat, Twitter @diplomatsukses, dan situs diplomatsukses.com.